A. Keberadaan
Mari kita mulai serangkaian perjalanan panjang ini dari hal-hal mendasar yang melekat pada diri manusia.
Pertama-tama, sebelum jauh melangkah ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri mengenai, kapan kira-kira pertama kalinya manusia mulai terlibat aktif dalam aktivitas komunikasi?
Sebagaimana diketahui bersama, saat seorang wanita merasa bahwa dirinya sedang memasuki masa kehamilan, tentu saja ada tanda-tanda yang dialaminya, baik melalui gejala medis seperti mual, pusing, keterlambatan haid, dan sebagainya, maupun dari segi perubahan psikis.
Beruntung, dengan alat tes kehamilan, tanda-tanda tersebut dapat dengan mudah diketahui dan diinterpretasikan secara pasti.
Dengan mengetahui kehamilan, artinya wanita tersebut telah mengetahui bahwa nantinya akan ada seorang anak yang akan lahir. Dengan kata lain, jauh sebelum sang anak lahir, secara tidak langsung ia telah mengabarkan akan kehadirannya.
Kemudian, hal itu terus berlanjut ketika ia mulai berbentuk janin. Perubahannya dari waktu ke waktu yang kini mampu diketahui melalui alat pemindaian dengan memanfaatkan gelombang suara berfrekuensi tinggi atau USG, juga merupakan sebuah pesan (dalam bentuk visual) yang dapat diintepretasikan oleh Dokter.
Bahkan, Dokter pun telah bisa mengetahui jenis kelamin bayi sebelum ia dilahirkan. Artinya, bentuk tubuh juga secara tidak langsung dapat berkomunikasi.
Beberapa gerakan yang kemudian juga dilakukan sang bayi saat ia mulai besar dalam kandungan, kadang dapat diartikan sebagai tindak komunikasi bahwa sang bayi mengalami pertumbuhan yang aktif.
Hingga akhirnya, saat ia lahir kemudian untuk pertama kalinya matanya akan terbuka, telinganya juga akan mendengar, serta mulutnya akan mengeluarkan suara tangisan pertama yang juga sekaligus menjadi komunikasi verbal pertamanya.
Tangisan pertama itu seolah-olah ingin berpesan, bahwa ia hidup dan kini telah berada di dunia. Ia telah menjadi bagian dari miliaran manusia lain yang ada. Ia telah masuk ke fase keberadaan di alam semesta.
Berbulan-bulan hingga menahun, dari satu tangisan bayi bisa diartikan beragam maksud yang berhasil diinterpretasikan. Kadang tangisan itu diterjemahkan sebagai rasa lapar, namun tak jarang pula ia dianggap sebagai rasa takut, serta rasa sakit.
B. Alat Indra
Sebelumya, telah dibahas bahwa komunikasi merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pesan.
Maka dalam hal ini, apapun yang dapat dilihat, didengar, dicium/hirup, dikecap/rasa, diraba/dirasakan merupakan wujud dari sebuah komunikasi.
Manusia terlahir dengan perangkat komunikasi lahiriah dari Tuhan yang hingga saat ini belum bisa disaingi oleh ciptaan manusia, yaitu alat indra.
Proses komunikasi melalui alat indra tanpa bantuan perangkat lain ini, disebut sebagai pengindraan atau (pembentukan) persepsi.
Sejauh yang diketahui, manusia diciptakan dengan lima alat indra (panca indra) yang melekat di tubuh yaitu:
1. Pengelihatan (mata)
2. Pendengaran (telinga)
3. Penciuman (hidung)
4. Perasa (lidah)
5. Peraba (kulit)
Dalam konteks komunikasi, kelima alat indra tersebut dapat kita sebut sebagai receiver—perangkat tubuh yang dapat menerima sekaligus memindai keberadaan sinyal pesan.
Secara alamiah pula, tubuh kita telah dirancang untuk lebih banyak menerima, ketimbang mengirim pesan.
Pendapat ini didukung dengan keberadaan empat dari kelima alat indra di atas yang sifatnya cenderung pasif.
Sisanya, satu dari kelima alat indra yakni lidah, dapat melakukan tindakan aktif mengirim pesan dengan menggunakan suara.
Suara yang digunakan untuk berkomunikasi dihasilkan melalui perpaduan serangkaian perangkat tubuh seperti; udara dalam tubuh, getaran yang dihasilkan pita suara, lidah, gigi, dan mulut.
Selain suara, perangkat tubuh yang juga digunakan untuk mengirim pesan secara aktif ialah tangan serta wajah.
Tangan digunakan dengan cara melakukan gerak-gerik (gerakan) sehingga membentuk suatu tanda tertentu yang dapat digunakan sebagai isyarat.
Selain itu, tangan juga digunakan untuk menggoreskan sesuatu benda sehingga membentuk apa yang kita kenal sebagai aksara atau tulisan.
Sedangkan wajah, dapat melakukan komunikasi aktif melalui mimik atau ekspresi yang ditunjukkan untuk mengganti/mengisyaratkan suatu tindakan tertentu.
Meskipun hingga kini belum ada kesepakatan sejarah yang pasti mengenai kapan awal mula bahasa (baik vokal maupun isyarat) ditemukan, namun besar kemungkinan bahwa pada awalnya manusia belajar berkomunikasi dengan cara meniru sekelilingnya.
Manusia senantiasa meniru hal apapun yang ia lihat dan dengar, sejak ia lahir.
Dapat dibayangkan bahwa pada awalnya, manusia yang lahir di zaman purba kemungkinan besar meniru gerakan dan suara yang dihasilkan oleh mahluk pada alam di sekelilingnya.
Namun, karena manusia dibekali dengan rasa ingin tahu (curiosity), akhirnya manusia tidak sekadar menjadi mahluk yang meniru (imitating) tetapi juga mengamati (observing), mengadopsi (adopting), mencari tahu (researching), mengembangkan (evolving), menemukan (inventing), dan memperbarui (innovating).
Manusia terus-menerus berinvensi dan berinovasi dalam mengembangkan perangkat apapun yang membantu kehidupannya sehari-hari, salah satunya ialah mengembangkan salah satu dari lima lambang komunikasi yang disebut dengan bahasa.
C. Peran Otak
Selain alat indra, proses komunikasi juga sangat ditunjang oleh kinerja perangkat tubuh yang berfungsi memproses segala pesan masuk yang diterima oleh alat indra.
Setelah diterima, pesan kemudian ditransmisikan oleh jaringan syaraf menuju otak. Selanjutnya, otak akan memproses pesan serta menerjemahkan arti, maksud, dan tujuan pesan yang diterima.
Dalam proses menerjemahkan (decoding), kemampuan otak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kesehatan organ, keadaan emosional, kumpulan informasi yang diterima sebelumnya, pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, keagamaan, kebudayaan, adat istiadat, pengalaman, dan penalaran.
Faktor lain yang juga mempengaruhi otak dalam memproses pesan yang diterima oleh alat indra ialah tingkat kepercayaan (trust) individu tersebut terhadap pengirim/pembuat pesan.
Bisa dikatakan, peran otak menjadi penentu terbesar dalam menerjemahkan pesan yang disampaikan oleh pengirim (sender).
Beragam alat ukur kecerdasan seperti tes IQ dan EQ kemudian diciptakan manusia, guna memudahkan dalam menilai kecepatan dan ketepatan penalaran seseorang melalui serangkaian instrumen pertanyaan.
Hasil dari indikator ini kemudian dapat dimanfaatkan untuk menggali dan memahami seberapa dalam dan luasnya potensi pikiran manusia.
D. Miskomunikasi
Miskomunikasi merupakan istilah yang kerap digunakan untuk menjelaskan kondisi yang mencakup segala bentuk kegagalan komunikasi yang dipengaruhi oleh dua perangkat, yakni alat indra dan otak.
Pada kasus kegagalan yang disebabkan oleh alat indra, pesan yang diterima kemungkinan mengalami perubahan akibat gangguan atau distorsi, baik saat berada dalam saluran komunikasi (dalam hal ini udara) maupun saat sedang dalam proses persepsi.
Selain menjadi tidak utuh, besar kemungkinan akan terjadi perubahan bentuk pesan dari yang semula dikirimkan oleh sender.
Dalam kesalahan ini, sender—yang dalam ruang lingkup ilmu komunikasi disebut juga komunikator—tidak mengetahui bahwa pesan yang ia kirimkan mengalami distorsi.
Jika distorsi terjadi pada eksternal (saluran komunikasi), penyebabnya ialah akibat adanya gangguan suara (noise), gangguan pencahayaan atau iluminasi serta warna, gangguan aroma/bau, gangguan tekstur, dan gangguan rasa, sehingga pesan menjadi bias.
Sedangkan, jika distorsi terjadi dalam diri receiver—yang dalam ruang lingkup ilmu komunikasi disebut juga komunikan—kemungkinannya ialah akibat menurun atau rusaknya fungsi alat indra yang disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu sehingga tidak dapat menerima pesan dengan baik.
Contoh: pengelihatan rabun, pendengaran kurang baik, hilangnya penciuman, hilangnya rasa ketika dikecap, serta mati rasa pada permukaan kulit.
Selain alat indra, miskomunikasi juga dapat disebabkan oleh kegagalan otak dalam menerjemahkan pesan yang diterima atau yang juga disebut sebagai misunderstanding (salah paham).
Dalam hal ini, perbedaan (arti, maksud, dan tujuan) pesan dari komunikator dengan komunikan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dialami oleh komunikan sebelumnya seperti minat, pengetahuan, pemahaman, kepercayaan, dan sikap komunikan.
Ketika melakukan proses persepsi, dibutuhkan peran komunikator untuk menyamakan pandangan antara komunikator dengan komunikan.
Karena itu, salah satu peran komunikasi di sini ialah untuk membentuk serta menyamakan persepsi komunikan dengan komunikator terhadap hal tertentu.